SANG BANGAU ITU (SUDAH) BERPINDAH

Aku termangu..

Sedari awal keikutsertaanku di padepokan, sudah kusadari Hari Ini pasti akan datang. Hari perpisahan, hari pelepasan, hari kepergian Sang Bangau yang (cukup) legendaris di susunan veteran pendekar padepokan. Hari inilah Sang Bangau akan berpindah dari padepokan yang telah dia jaga selama 30 tahun terakhir ini.

Aku termangu, bahkan sudah kupersiapkan yang paling spesial, termangu yang sangat spesial.

Keramaian hajatan pelepasan Sang Bangau belum mampu mengacaukan hasrat kediamanku dalam termangu. Pikiran menerawang pada awal bergabung di padepokan pendekar, hampir 2 tahun lalu. Pada saat itu Sang Bangau yang pertama kali tersenyum menyambut dan mempersilakanku. Sang Bangaulah yang menilai proporsiku sebagai tikus yang dapat memberi arti, melegitimasiku sebagai tikus yang bernilai. Bahkan (hanya) Sang Bangaulah yang menepuk pundaku disaat semua mata memicing ke arahku sambil tersenyum kecut.

Tak terasa, Sang Bangau yang selalu mengayomi, membimbing dengan sabar, memberi arah bukan perintah, meminta ijin sebelum mengkoreksi kini sudah berpindah tempat berteduh. Menjauh dari kami.

Kesabaran mengelola amarah, penjelasan tanpa menggurui dan jejak langkah konsisten berdasarkan aturan Sang Bangau yang akan selalu menyulut kobaran semangat kami. Semangat untuk (paling tidak) menyamai prestasi Sang Bangau di padepokan. Seringkali dengan (sisa-sisa yang ada dari) segala yang dimilikinya, Sang Bangau mencambuk kami untuk melewati batas yang kami buat sendiri, menerjang hambatan yang kami ciptakan sendiri.

Dengan segala kelebihan dan kekurangan yang Sang Bangau punya, ada satu hal yang paling menyinar dan menyemai dalam hati kecilku. Upaya selalu mendekati Tuhan Sang Maha Pencipta dan keyakinan Sang Bangau akan segala sesuatu telah diatur oleh Yang Maha Kuasa itulah yang diam-diam menyarat sinar kekagumanku dari awal masuk sampai detik ini.

Satu kalimat yang selalu terngiang dari Sang Bangau

“Semua hal yang kita lakukan di dunia ini, tak ada yang hilang (jejaknya), jika bukan kita yang menuai, anak keturunan kita lah yang menuai”

Satu kalimat saat awal pertemuan di sarang Sang Bangau yang selalu diulang-ulang. Tak jarang dalam perjamuan makan, Sang Bangau menyelipkan kalimat jimat itu dalam candaannya. Terlihat sekali Sang Bangau ingin sekali menancapkan makna di dalam hati kami. Ucapan yang selalu (mengingatkan kami agar mengupayakan untuk) menjaga tindakan perbuatan kami. Kalimat yang mengarah agar kami dapat selalu melakukan hal baik yang akan memproduksi kebaikan untuk kami dan anak keturunan kami, hal bermanfaat yang berujung kemanfaatan bagi kami dan anak keturunan kami. Kalimat yang memudahkan kita untuk selalu menyambungnya dengan kalimat

“Lakukanlah hal yang meninggalkan jejak yang memudahkan kita dan keturunan kita”

Terimakasih Sang Bangau, kau telah memberikan kami begitu banyak pelajaran.

(Jakarta, 31 Agustus 2012 – dedicated for my first mentor in this company)

Leave a comment